Jumat, 25 Desember 2009

Tentang Unit Perlindungan Konsumen Polri

Tentang Unit Perlindungan Konsumen Polri 

Kebijakan dari Unit I Direktorat V Bareskrim Polri yang salah satu kompetensinya yaitu Perlindungan Konsumen dan memulai eksistensi penegakan hukum UU Perlindungan Konsumen, menurut saya sangat baik dan sangat berguna bagi masyarakat/konsumen khususnya terutama dalam mengatasi permesalahan yang kerap terjadi antara konsumen dengan pelaku usaha dalam aktivitas dan prilaku sehari-hari.
Harapan kerjasama antara instansi/badan/serta lembaga swadaya masyarakat yang berkompeten di Perlindungan Konsumen juga merupakan hal yang tepat. Kerena selama ini banyak sekali hal-hal yang menyangkut kesewenang-wenangan dari pelaku usaha khususnya pada Lembaga Pembiayaan (Finansial)yang menjual barang bergerak secara kredit kepada konsumen didaerah-daerah yang dengan sengaja membuat perjanjian dengan menyebutkan perjanjian tersebut merupakan perjanjian dalam akta fidusia yang mengacu pada Undang Undang Fidusia padahal pada prakteknya sangat tidak sesuai dengan tata cara yang terdaspat dalam Undang Undang Fidusia.
Sebagai contoh seorang konsumen membeli 1 unit kenderaan roda dua secara kredit melalui perusahaan pembiayaan (finansial), kesepakatan kedua belah pihak dituangkan dalam perjanjian yang menurut perusahaan pembiayaan tersebut adalah akta fidusia sehingga segala hal-hal yang tertuang dalam perjanjian yang disepakati menjadi satu ikatan antara kedua belah pihak. Permasalahan yang kerap timbul pada konsumen adalah, ketika konsumen terlambat memenuhi kewajibannya pada perusahaan pembiayaan maka dengan dasar perjanjian yang telah dibuat perusahaan pembiayaan langsung melaksanakan haknya tanpa melihat ketentuan-ketentuan yang seharusnya dipenuhi saat membuat perjanian secara fidusia menurut Undang Undang Fidusia.
Misalnya dalam melakukan aksekusi oleh kolektor perusahaan pembiayaan. Jika menilik dasar yang ada dalam ketentuan Undang Undang Fidusia, perjanjian yang dibuat secara fidusia dengan akta fidusia haruslah disesuaikan dengan ketentuan yang ada dalam hukum baik pidana maupun perdata atau memenuhi syarat pasal 1365 KUHPerdata. Sedangkan dalam perjanjian yang dibuat secara fidusia, perjanjian tersebut layaknya harus di buat dihadapan pejabat pembuat akta yang disyahkan oleh negara(notaris, PPAT) dan didaftarkan dikantor pendaftaran fidusia agar perjanian tersebut memiliki legalitas dalam arti perjanjian tersebut tidak dibawah tangan sehingga perusahaan pembiayaan memiliki hak eksekutorial mewakili pengadilan dalam melakukan eksekusi barang yang dikreditkan pada konsumen.
Sementara hal yang selama ini dilakukan oleh perusahaan pembiayaan terhadap konsumen tidak demikian, perjanjian yang disepakati tidak dibuat dihadapan pejabat pembuat akta yang sah dan akta tersebut merupakan akta perjanjian dibawah tangan dan tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat.
Inilah permasalahan yang dihadapi oleh seluruh konsumen dengan perusahaan pembiayaan barang bergerak sehingga kesemena-menaan demikian selalu ditanggapi dengan sikap pasrah oleh konsumen pada hal konsumen juga memiliki hak dari barang yang dibelinya secaras kredit. Mengapa hal ini bisa terjadi.??? Salah satu hal yang mendukungnya terjadinya proses tersebut adalah lemahnya penyuluhan hukum kepada masyarakat/konsumen terutama tentang hak-hak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini sangat perlu mendapat perhatian yang serius oleh Unit Perlindungan Konsumen Polri agar dalam kehidupannya masyarakat tidak selalu dikelabui oleh pelaku usaha dengan trik hukum yang sama sekali tidak diketahui masyarakat/konsumen di Indonesia.

Azhari
Sekretaris Lembaga Konsumen Indonesia
Kota Tebing Tinggi (Sumut)
Jl. KF.Tandean Link.5 Kel.Bdr.Sakti Kec. Bajenis
Tebing Tinggi - Sumut
Data diambil dari www.mediakonsumen.com

0 komentar:

Posting Komentar

Marquee Text Generator -

Jadwal Sholat

 
Website counter

Site Info